Sabtu, 11 Mei 2013

ORANG PINGGIRAN

Orang Pinggiran

Kalau pulang kampung ke Madiun, selain mengerjakan tugas-tugas kampus, saya sesekali mengistirahatkan diri dengan menonton TV. Ada satu acara yang wajib saya tonton, acara itu disiarkan di Trans 7 setiap sore, judulnya Orang Pinggiran. Tidak hanya saya, mamak dan kakak adik menyukai acara ini.
Alasan kami menyukainya sederhana saja, yaitu kisah-kisah orang tak berada yang disampaikan dalam acara tersebut adalah fakta hidup yang menyadarkan kami tentang perlunya bersyukur. Acara tersebut mestinya bukan hasil rekayasa. Apa yang disampaikan di dalamnya adalah kehidupan sehari-hari yang barangkali sebagian besar orang yang berpunya tak pernah membayangkannya.
Kemarin, di acara tersebut ditampilkan seorang anak kecil yang bekerja sebagai penjual jamu. Selain kisahnya berjualan jamu, saya tertarik pada sepatu yang dikenakannya. Sepatu itu kebesaran, sehingga diakalinya dengan mengikatkan tali sepatu pada kakinya supaya sepatu tak terlepas-lepas. Atau kadang pula dia sesakkan ke ujung dalam sepatu kain-kain untuk menyangga bagian depan sehingga kakinya pas ke bagian belakang sepatu.
Saat dia menceritakan apa yang diinginkannya, dia mengatakan menginginkan sepatu baru dan sepeda baru untuk dipakai bersekolah dan berjualan jamu. Kisah sepatu ini mengingatkan saya pada film Iran, The Children of Heaven, yang mengisahkan anak kecil bernama Ali yang juga hidup miskin dan hanya memiliki sepatu tua yang dipakainya bergantian dengan adiknya, Zahra. Ali sangat jago berlari, sehingga dia diikutkan dalam sebuah perlombaan antarsekolah. Dalam perlombaan itu, Ali sebenarnya sudah mendahului rival-rivalnya, tetapi pada detik terakhir, dia mengurangi kecepatannya, karena mengharapkan menjadi pemenang kedua saja. Mengapa begitu? Karena hadiah pemenang kedua adalah sepatu.
Setiap kali usai menonton Orang Pinggiran, yang lebih sering diiringi dengan cucuran air mata, saya selalu terdiam lama. Betapa banyak orang yang tidak mampu di sekitar kita. Dan sungguh sangat kontras dengan kehidupan orang-orang kaya. Teman-teman saya yang tergolong keluarga menengah ke atas, membelikan anak-anaknya sepatu sebulan sekali. Sepatu yang mereka beli, bukan yang dijual di emperan pasar, tetapi sepatu bermerk yang ada di toko-toko terkenal. Sepatu-sepatu yang tidak lagi dipakai, tergeletak begitu saja, lama-lama menjadi semakin usang, dan akhirnya dilempar ke tong sampah.
Belum lagi kalau melihat acara yang menampilkan kehidupan selebriti, yang dengan sengaja mempertontonkan koleksi sepatu yang mereka punya. Sungguh miris mengenang kehidupan si bocah dalam acara Orang Pinggiran kemarin. Manusia ketika dikaruniai dengan kelimpahan harta (uang), maka dia tak pernah berpikir ketika membeli sesuatu. Uang dipakainya hanya untuk kesenangan pribadi.
Kisah-kisah dalam Orang Pinggiran kemarin, hari lalu, hari ini dan besok sangat layak untuk ditonton oleh semua orang Indonesia. Sangat bagus jika anak-anak di sekolah pun ditugaskan oleh gurunya agar menontonnya, kemudian bersama-sama dibahas di kelas. Saya sangat yakin, tontonan ini akan melatih kepekaan siswa. Bahkan mungkin lebih baik daripada pelajaran moral yang selama ini kita sampaikan. Pemanfaatan media TV sebagai bahan pembelajaran di kelas masih sedikit dilakukan oleh para guru di tanah air. Padahal banyak yang dapat dipakai untuk melatih dan membiasakan kemampuan siswa dalam problem solving dan belajar kontekstual.
Saya ingin mengacungkan jempol dua untuk Trans 7. Tidak hanya orang pinggiran, banyak acara-acaranya yang benar-benar menambah ilmu pengetahuan. Saya merasakan kembali kenikmatan saya menonton TV seperti ketika berada di Jepang. Menonton TV di sana penuh dengan informasi pengetahuan dan ilmu, sehingga tak sia-sia kita menghabiskan waktu di depan TV. Mudah-mudahan TV yang lain meniru langkah bijak Trans 7.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar